Kampanye Semakin Cerdas?

Oleh Erwin Wirawan

Ada yang berbeda dalam kampanye 2009 ini. Materi kampanye bukan lagi sekedar ajakan untuk memilih seseorang, tapi sudah mengarah pada perdebatan substansi suatu kebijakan. Salah satu isu panas dalam kampanye saat ini adalah soal Bantuan Langsung Tunai (BLT). Megawati dari PDIP melontarkan kritik keras terhadap BLT, karena selain nilai uang bantuan dianggap tidak berharga, dalam pelaksanaannya bantuan ini merendahkan martabat manusia.

Kritik ini dijawab kontan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), bahwa BLT hanya salah satu instrumen pemerintah dalam membantu rakyatnya. Sementara ini ada instrumen lain seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR), Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri).

Ada juga iklan di surat kabar yang memberikan kritik terhadap kinerja SBY dalam mengentaskan kemiskinan. Menurut Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005, target jumlah orang miskin tahun 2009 adalah 18.9 juta jiwa (8.2%). Sedangkan dalam kenyataan angka kemiskinan menurut BPS adalah 34.96 juta jiwa (15.42%).

Ini juga menarik. Keberanian SBY untuk menetapkan target kinerja ke dalam suatu peraturan patut diacungi jempol. Dan sesungguhnya kemiskinan di Indonesia terus menurun selama masa pemerintahan SBY. Namun masalahnya kemiskinan yang menurun itu belum mencapai target yang ditetapkan. Kalau semua data kinerja telah diberitahukan oleh lawan politik SBY kepada rakyat seperti ini, maka rakyat sendiri yang harus menghakimi kinerja SBY.

Prabowo juga melontarkan kritik yang sangat bagus. Dana stimulus sebesar Rp. 73.3 trilyun, sebagian besar diperuntukkan orang kaya. Prabowo menganjurkan dana itu diperuntukkan untuk menanam lahan pertanian sebesar 7 juta hektar. Dan secara jelas Prabowo menggagas pemanfaatan Rp. 19 trilyun untuk peningkatan sektor pertanian.

Megawati, SBY dan Prabowo telah memulai era baru dalam kampanye politik cerdas. Kampanye yang mendebat suatu isu, mengungkapkan data dan fakta. Bukan kampanye omong kosong belaka.

* * *

Yang menjadi catatan adalah kebijakan dan gagasan yang diusulkan harus konsisten dengan aliran politik. Ini yang belum terlihat pada perpolitikan Indonesia.

Ketika Megawati berkuasa, beliau banyak melakukan privatisasi perusahaan negara. Ketika menjadi oposisi sekarang, Megawati melakukan kritik kebijakan sosialis BLT. Semua pendidirian ini konsisten dengan paham liberal yang menghindari campur tangan negara dalam kehidupan ekonomi. Namun pada kenyataannya label PDIP adalah partai wong cilik, partai yang membela rakyat kecil, yang dekat dengan paham sosialis. Dengan demikian antara gagasan yang diusung dengan aliran politik yang dianut PDIP sangat tidak konsisten.

Demikian juga dengan SBY. BLT adalah program yang bersifat sosialis, sedangkan dalam alokasi dana stimulus – seperti kritik Prabowo – kurang menyentuh sektor pertanian yang merupakan mata pencaharian utama penduduk Indonesia. Dan kenyataannya sebagian besar petani Indonesia masih termasuk golongan rakyat miskin. Jadi dalam program stimulus ekonomi, SBY bersifat liberal.

Aliran politik sangat diperlukan, karena ekonomi negara manapun mengalami siklus. Pada suatu ketika pemerintah harus mengurangi perannya dalam ekonomi, namun pada saat lain intervensi pemerintah justru akan menyelamatkan ekonomi dari keruntuhan.

Perang aliran ini berlangsung secara cantik di negara-negara yang demokrasinya sudah matang.

Pada suatu ketika negara memang membutuhkan sedikit campur tangan pemerintah, karena campur tangan itu sangat membebani keuangan negara, maka rakyat akan memberikan mandat pemerintahan kepada partai aliran liberal yang pro swastanisasi, pasar bebas dan sedikit intervensi pemerintah.

Namun pada waktunya siklus ekonomi akan menghasilkan krisis ekonomi dimana pasar sendiri tidak mampu mengoreksinya. Peran pemerintah dibutuhkan. Maka rakyat akan memberi kesempatan pada partai beraliran sosialis.

Ekonomi negara mengalami siklus, maka aliran politik partai pemerintah juga harus sesuai dengan siklus ekonomi tersebut.

* * *

Perang gagasan adalah pertarungan politik yang sebenarnya. Dalam perang, pihak yang sepaham akan menjadi sekutu, sehingga kekuatan terpolarisasi menjadi, idealnya 2 kutub saja dan masing-masing kutub mempunyai jagoan sendiri. Rakyat akan bisa menilai dengan lebih cermat dan kita disuguhkan kontes politik yang bermutu.

Dan yang paling dinanti-nantikan adalah debat calon presiden. Debat ini berfokus pada isu, masalah kontemporer dalam membangun bangsa. Dan setiap calon presiden membawa gagasan mengenai isu tersebut dengan sudut pandang aliran politik yang dianutnya.

Bagaimanapun kita semua sudah terlanjur disuguhi kontes politik yang cantik ala Amerika Serikat. Kita berharap suatu hari nanti pesta demokrasi kita akan seperti itu. Demokrasi bukan sekedar hura-hura, namun politik yang penuh makna dan bermanfaat bagi kemajuan bangsa.[]

SUMBER : Erwin Wirawan

1 responses to “Kampanye Semakin Cerdas?

  1. tulisan sungguh menarik, akan lebih menarik jk dipublikasikan lebih luas, bukan hanya di blog ini.

Tinggalkan komentar