Demokrasi Sasak

pembangunan-masjid-kel-07-desa-gemaharjowatulimo-kab-trenggalek.jpg
Ternyata memang secara “vulgar” telah menyatakan dirinya sebagai sesuatu yang paling “benar” diyakini sebagai pencetus keadilan dan perdamaian.Sebagaimana Amerika menyatakan “we havet to buiild justice and world peace with the democracy”.

OLEH: AKHDIYANSYAH*

Sasak adalah salah satu suku yang mendiami daerah Nusa Tenggara Barat disamping ada dua etnis besar lainnya yaitu, Sumbawa dan Mbojo (Bima). Kita mengetahui bahwa kontribusi kultur sangat dominan dalam menata kehidupan masyarakat. Namun pada kesempatan ini kita akan coba menyoroti budaya Sasak yang coba dikorelasikan dengan demokrasi saat ini

Kita sudah mengenal demokrasi cukup lama. Dewasa ini bahkan demokrasi sudah menjadi “agama negara” untuk mencapai kesejateraan secara internal serta kedaulatan secara eksternal. Akan tetapi demokrasi secara asasi adalah, akomodasi hak hak kemanusiaan serta menjamin kebebasan ekspresi terhadap pola relasi individu, masyarakat dan negara, bagi siapa saja dalam sebuah komunitas.

Secara konvensional demokrasi sudah nampak dalam institusi-institusi formal. Selanjutnya yang disebut dengan demokrasi formal dalam negara (legislatif, eksekutif dan yudikatif).Keberadaan institusi demokrasi formal tersebut bermaksud merumuskan makna demokrasi ditingkat aksi. Dalam kenyataannya tak jarang malah mereduksi makna demokrasi itu sendiri.

Contoh konkret, fenomena legislatif yang menginterpetasikan hak-hak rakyat dengan “kepentingan kelompok”. Eksekutif yang mengoptimalkan fungsi kontrol dari pada fungsi service. Begitu pula yudikatif yang tak mampu mengaplikasikan hukum untuk kesejahteraan rakyat. Singkatnya, ditingkat aplikasi demokrasi formal justru menemukan benturan-benturan yang bertolak belakang dengan roh demokrasi itu sendiri.

Secara umum nilai demokrasi yang ingin ditonjolkan sebagai sebuah rekomendasi untuk bernegara adalah terciptanya kesetaraan hak-hak politik. Terdistribusinya sumberdaya ekonomi yang merata serta peluang untuk mengaktualisasikan hak kebudayaan bagi sebuah komunitas. Nah dari nilai nilai tersebut ada prinsip yang paling mendasar bahwa kedaulatan menjadi hak rakyat.

Dari sisi sosiologi terciptanya akar kebudayaan yang beragam karena adanya cara pandang yang bercorak ragam sehingga diperlukan saling menghormati, memahami dan kebebasan untuk mengekpresikan hak-hak individu dalam bermasayarakat dalam perspektif keadilan ekonomi untuk mendapatkan hak produksi dan konsumsi.

Hal diatas paling tidak ingin membuktikan, demokrasi yang kemudian dinamakan sebagai sistem yang membangun ideal dalam mengatur relasi individu, masyarakat dimunculkan dalam sistem yang terinstitusikan. Menjamin kebebasan yang sama bagi setiap manusia dimuka bumi ini serta warga negara dalam sebuah negara yang berdaulat.

Ternyata memang secara “vulgar” telah menyatakan dirinya sebagai sesuatu yang paling “benar” diyakini sebagai pencetus keadilan dan perdamaian.Sebagaimana Amerika menyatakan “we havet to buiild justice and world peace with the democracy”.

Demokrasi dalam Budaya Sasak
Membuka perbincangan tentang suku Sasak sebagai sebuah komunitas lokal (baca NTB) yang kaya dengan nilai dan norma sebagai perangkat pembentuk pola pikir dan tindak masyarakatnya, maka suku Sasak sendiri berasal dari bangsa Proto melayu yang nota benenya dari Ditro Melayu muda. Bangsa inipun berasal beragam suku asli, seperti Jawa, Madura dan Bugis (Goa ) dengan kekhasan karakter bawa’annya.

Dalam kitab Karta Gama, sejarah Sasak dikisahkan bahwa orang Sasak pada dasar karakter masyarakatnya tercermin dalam ungkapan “Lombok Mirah Sasak Adi” (Jujur Permata kenyataan utama). Dari ungkapan tersebut sebenarnya masyarakat menghormati kejujuran sebagai sebuah permata kehidupan yang dijumpai sebagai sebuah kenyataan. Lalu, konsekwensinya hal ini pun termanifestasikan dalam struktur masyarakat serta penciptaan nilai-nilai dominan yang diyakini sebagai sebuah “kebenaran komunal”.

Demokrasi, sebuah istilah yang kemudian datang yang mengabstraksikan kondisi ideal sebuah masyarakat. Istilah ini dianggap sebagai sebuah sistem “berhidup” dalam bermasyarakat dan bernegara. Ini menandakan bahwa demokrasi didaulat sebagai sebuah “agama” bagi negara-negara dewasa ini. Walaupun demikian apapun nama, darimanpun asal nya, secara substansi makna demokrasi adalah adanya pengakuan terhadap eksistensi serta “liberasi” bagi siapa saja.

Sasak sendiri sebagai sebuah komunitas yang telah ada sejak lama, telah mengenal nilai-nilai demokrasi tersebut, seperti dalam nilai nilai-relasi Individu dan Masyarakat, sebagaimana yang dikemukakan oleh salah seorang budayawan Sasak H. Jalaludin Ar Zaki (Diskusi YHS-Mataram, 28-1 2003). Orang Sasak pada hakekatnya mempunyai nilai nilai luhur dalam berhubungan antar individu dalam komunitasnya maupun komunitas diluarnya. Pertama, Saling Jot’ (memberi), yaitu budaya saling memberi antara satu sama lain, memberi bukan saja memberi materi ketika kerabat yang lain membutuhkannya akan tetapi lebih dari itu yaitu yang tua memberi nasehat kepada yang muda dan pemberian lainya.

Kedua, Saling Pelanggarin (Melayat), hal ini adalah upaya pemunculan solidaritas antar seama bukan saja Sesama Sasak bahkan lebih jauh lagi sesama manusia, hal ini dapat dilihat ketika orang Sasak Melakukan (melayat) kepada kerabat diluar mereka, seperti bagaiamana orang Bali melayat orang Sasak ketika ada “kenduri atau penguburan, begitu sebaliknya. Ketiga, Saling Pesilak (persilahkan), dalam pergaulan sehari-hari budaya yang paling menonjol bahwa Orang Sasak enggan untuk mendahului orang yang lebih tua atau yang dituakan, hal ini bentuk penghormatan terhadap yang lebih tau dan tua.

Keempat, Saling Ayuin (Berkunjung), Nuansa Silaturahim sebagai salah satu corak budaya masyarakat Sasak, hal ini dapat kita lihat pada kebiasan kebiasaan masyarakat kesehariannya yang sadar akan arti penting kebersamaan, maka menurut orang Sasak berkunjung adalah sebuah alat perekat kebersamaan tersebut. 5.Saling Ajinin (Menghargai) Suku Sasakpun mengusung Penghargaan bagi siapa saja selama ia berprilaku menghargai terhadap eksistensi kemanusiaannya.

Bila dipandang dari sisi demokrasi formal maka suku Sasak seutuhnya menganut demokrasi yang bersifat otokratis atau bersifat geneologis, hal ini dapat dilihat penghormatan terhadap simbol-simbol kuasa yang ada, seperti adanya simbol dan struktur budaya yang ada, sebagai sebuah contoh yaitu adanya managerial kemasyarakatan yang sederhana. Dalam struktur masyarakat Sasak Bayan-masyarakat Bayan mengenal Kyai/penghulu yang bertugas untuk mengambil kebijakan ditingkat policy agama.

Pemangku mengambil fungsi policy adat. Begitu pula dengan Pemekal, yaitu aparatur yang berhak melakukan tugas administrasi “kenegaraan”. Ini memang disatu sisi ada pengelolan pengelolan dalam standar yang terbatas, akan tetapi sebagaimana standar demokrasi formal yang merepresentasikan kepentingan rakyat serta mengklaim akomodasi “Kepentingan Rakyat”. Itu pun belum mengakomodasi secara makro maksud demokrasi itu sendiri.

Hakikatnya tujuan demokrasi Sasak sebagaimana yang digambarkan diatas adalah, Segeleng, Segulung dan Seguling dengan tujuan lahirnya masyarakat yang Rapah (bersatu), Reme’ (tolong menolong) dan Regen’ (bersatu) karena Solidaritas kemanusiaan. Nilai-nilai tersebut tidak berdiri dengan sendirinya akan tetapi bila ditengok secara historis bahwa sebelumnya budaya masyarakat Sasak adalah hasil akulturasi dengan budaya Bali-Jawa.

Tak heran hal hal tersebut dapat dilihat dalam struktur bahasa yang digunakan, seperti ungkapan bahasa bahasa halus (murni) Sasak. disamping itu struktur masyarakat yang ada melahirkan simbol simbol seperti raden, lalu, baiq dan denda.

Dalam masyarakat Sasak dikenal adab (etika) yang dirumuskan dalam adab tafsila (moral adat), dimana mengatur perangkat pergaulan dan komunikasi antara sesama yang mengedepankan nilai-nilai menghargai. Misalnya yang muda menghormati yang tua, tatakrama beribcara dimuka umum. Adab krama’ aturan aturan yang dilahirkan komunitas oleh konsensus dalam sebuah majelis adat yang mempunyai otoritas perumusan aturan tersebut. Adab Gama, yaitu aturan agama, karena Sasak dalam perjalannya didominasi oleh nilai Islam, maka nilai Islam adalah nilai dominan dalam aplikasi adab ini, semisal bagaimana seorang murid menghormati gurunya.

Pada Prinsipnya dalam adab adab tersebut adalah manifestasi dari penghargaan terhadap nilai nilai kemanusiaan yang berprinsip Kupu’ (Kesetaraan) yang termuat secara laten, yaitu pengakuan atas kesamaan dihadap hukum adat, agama dan konsensus diatas.Prinsip partisipasi, kebebasan dan partisipasi bahkan penghargaan atas kemanusiaan dalam masyarakat Sasak tercermin pada lima aspek saling diatas.

Maka secara historis suku sasak sudah mengenal demokrasi sejak mereka ada sebagai Suku Sasak. Ini dibuktikan dengan adanya prinsip-prinsip Sekulap, Segumbang dan Segetuh (Perasaan Senasib dan sepenanggung sesama manusia) sebagai manifestasi dari interpetasi kehidupan bermasyarakat.

Yang paling penting bahwa Suku Sasak sangat menghormati hak hak kemanusiaan seperti tertuang dalam nilai saling ajinin (prinsip menghargai), Solidaritas Kemanusiaan (Saling Pesilak, Ayuin) dan nilai nilai kebersamaan hal ini dapat kita lihat pada nilai nilai saling Jot dan Pelanggarin, lalu apapun namanya kemudian akar akar filosofi-historis Sasak yang telah dikemukakan diatas adalah sebagai bentuk demokrasi yang ideal dalam menata pola relasi diantara masyarakat dan individu serta sebaliknya yang telah ada. •

* Koordinator Lembaga Studi Kemanusiaan (LeNSA) Mataram

8 responses to “Demokrasi Sasak

  1. Salam kenal..

  2. terima kasih sebelumnya

  3. menarik membawa tulisan demokrasi sasak. salam kenal mton, tiang endah dengan sasak, lagu’ wah ngonek tinggalin gumi sasak…

  4. dana 7 m, dihamburkan untuk beli mesin cetak yg akirnya akan membunuh percetakan yg telah berkembang, fuck pemkap tglk

  5. Menarik membaca artikel yang ditulis oleh Saudara Akhdiansyah tentang demokrasi di kalangan Suku Sasak. Saya sebagai orang Lombok yang ada di perantauan, merasa mendapatkan pencerahan dan informasi yang sangat kaya tentang etnis Sasak dan demokrasi terutama menurut ajaran normatif yang tertuang dalam berbagai sumber adat. Namun, ada pertanyaan saya: Apakah ajaran-ajaran yang sangat ideal tersebut telah terjewantahkan secara keseluruhan? Saya kira pertanyaan ini, bisa dijadikan starting point untuk studi dan penelitian di lapangan mengenai kesesuaian antara ajaran normatif suku Sasak dengan kenyataan hidup sehari-hari. Sebagai ajaran normatif dan konseptual, apa yang anda sampaikan sangat menyentuh, tetapi perlu juga dicaritahu kenapa banyak kasus kekerasan dan perkelahian antarkampung yang terjadi di Pulau kita? Artinya, ada gap antara das sein dan das solen di tengah kehidupan komunitas dan etnis sasak. Apakah penyebabnya? Faktor pendidikan, ekonomi atau apa? Ini adalah otokritik karena saya merupakan bagian tak terpisahkan dari komunitas dan etnis Sasak di perantauan. Mohon maaf bila kurang berkenan. Sekian dan terima kasih.

    Ampurayan

    Gazi Said Saloom, S.Psi, M.Si
    Dosen Psikologi Sosial UIN Jakarta

  6. demokrasi adalah kedok tak bertuan. kapitalisme senyum merekah melihat dagelan demokrasi, sosialis mati redam bersama ideologi. sastra menyuarakan yang tak biasa. matilah bersama demokrasi. bahasa diperkosa, kata diam seribu basa.

    by,
    rusydi

  7. Salam kenal sanaq…
    Sebagai individu dalam etnis Sasak terus terang saya sering malu karena orang Sasak kebanyakan “Ndeqn taoq” asal-usulnya. Bahkan kalau orang dari suku lain mencoba bertanya tentang bagaimana sih sejarah Sasak, seringkali mereka tak mampu banyak berkata-kata. Saya salut buat Anda karena Anda sudah mau menulis hal-hal yang dapat membawa angin segar dan semangat bagi setiap orang Sasak untuk mulai menulis mengenai apa saja yang pernah didengarnya, siapa kita orang Sasak (sai jaq ite?).
    Saya selalu tertarik mencari berbagai refrensi yang ada kaitannya dengan Sasak, paling tidak dengan membaca kita tidak akan malu lagi saat ada orang lain menanyakan tentang Sasak. Ada budaya dan sejarah kita yang membanggakan dan ada pula yang memalukan, namun kita seyogyanya menerima kebenaran karena tidak ada yang lebih bernilai daripada kebenaran.
    Kisah yang cukup membanggakan bagi saya adalah kenyataan bahwa Belanda tidak terlalu lama menduduki Pulau Lombok karena konon begitu beratnya Belanda menembus kekuatan armada laut Kerajaan Selaparang yang ada di bagian Timur Lombok (atau karena Lombok tidak bernilai)… Namun ada juga yang cukup memalukan bagi kita orang Sasak. Saya punya seorang teman dari Australia, ia baru saja mendengar kisah bagaimana orang Sasak dahulu kala terpecah-belah dengan sesama etnisnya sendiri sehingga mereka sendirilah yang membawa kehancuran bagi diri mereka sendiri. Bali dengan mudah memasuki dan menduduki wilayah kita karena ada pihak yang mengundangnya masuk. Terlebih lagi, hal itu masih terjadi sampai sekarang. “Apakah kalian orang Sasak tidak pernah belajar dari kesalahan?” itulah pertanyaan darinya yang akan saya ingat karena menunjukkan betapa lemahnya rasa persatuan di antara kita sendiri.
    Akhir kata, saya sangat mengapresiasi siapa saja yang menulis tentang Sasak. Bila ingin bertukar opini bisa mengirim email ke: ari_bz@yahoo.com
    Nunas pengandiqe pamit,

    L. Ari Irawan
    Dosen IKIP Mataram

  8. Lalu Wahyudi Haris

    Assalamuaalaikium.Wr.Wb.
    Membaca sujarah tentang sasak adalah menjadi kerinduan bagi saya, yang kebetulan hampir separuh dari umur saya telah hidup dirantau yaitu di Kupang-Nusa Tenggara Timur.
    Tepatnya telah Hampir 18 tahun saya merantau di negeri yang orang bilang negeri karang namun disinilah Allah memberikan jalan bagi kami sekeluarga untuk dapat menikmati hidup ini.
    Kami di Kupang selalu rindu akan berita-berita sejarah dan budaya sasak agar anak cucu kami kelak tidak melupakan asal-usul orang tuanya, di Kupang khususnya kami telah membentuk suatu kerukunan diantara perantau dari Lombok yang jumlahnya sekitar 400 KK dengan nama Kerukunan Keluarga Lombok (KKL), bagi sanaq yang bersimpati untuk kami bisa mengirim berita apa saja tentang lombok khususnya dan NTB umumnya ke alamat e mail tiang (laluwh@yahoo.com)yang kebetulan dipercaya menjadi ketua KKL.
    Matur tampi asih atas

Tinggalkan Balasan ke Lalu Wahyudi Haris Batalkan balasan